Tampilkan postingan dengan label Book Reviews. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Book Reviews. Tampilkan semua postingan
Hari ini aku akan mereview buku yang akhir-akhir ini menjadi buku favoritku, yakni Almond karya yang ditulis oleh Won-Pyung Sohn.
I Want To Die but I Want To Eat Tteokpokki 2 by Baek Se-hee
Halo, hari ini aku akan mengulas buku berjudul Moon In The Spring yang ditulis oleh Hyun Go Wun. Buku ini adalah buku terjemahan Korea dan memiliki 405 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Haru di tahun 2014.
Sebenarnya aku sudah selesai membaca buku ini bulan Januari lalu. Review singkat pun sudah aku berikan di Goodreads.
Sinopsis
Moon in The Spring menceritakan tentang Dal-Hee, seorang(?) calon(?) dewi bulan yang masih dalam masa pelatihan. Karakternya yang pengasih dan pemberani sering membuatnya terlibat masalah karena ikut campur permasalahan dunia manusia. Sehingga dibandingkan kakaknya, Hae-Seong, yang sudah menjadi dewa matahari, Dal-Hee masih harus menjalani masa pelatihan.
Suatu hari, ia mendengar suara seorang wanita yang meminta tolong. Suara itu berasal dari bumi. Dal-Hee merasa terpanggil dan akhirnya ia datang ke bumi dan bertemu Yoon Ji-Wan, seorang perempuan yang sedang sekarat di kasur rumah sakitnya. Tetapi keluarga dan tunangan Ji-Wan yang ada di dalam kamar tersebut sama sekali tidak menunjukkan kesedihan ataupun rasa kehilangan.
Sebelum meninggal, Ji-Wan meminta pertolongan Dal-Hee untuk membantu memanusiakan tunangannya yang licik dan dingin. Akhirnya, Dal-Hee membantu Ji-Wan dengan merasuki tubuhnya yang tak bernyawa dan menjalani kehidupannya sebagai Ji-Wan, gadis yang bangkit dari kematian.
Review
Plot
Dewa, dewi, kaisar langit, malaikat kematian, dan reinkarnasi. Konsep yang diangkat dalam cerita Moon in The Spring ini sangat menarik untuk diriku yang memang menyukai unsur fantasi tersebut. Tapi, lain halnya dengan penilaianku tentang bagaimana si penulis mengeksekusi cerita ini.
Buku ini memiliki isi yang ringan. Konflik dan adegan tidak akan membuat pusing pembaca karena memang se-ringan itu. Alur cerita pun berjalan cepat sejak Dal-Hee merasuki tubuh Ji-Wan, lalu memperbaiki hubungan Ji-Wan dengan ibu dan saudara tirinya, dan juga dengan Min-Hyuk, tunangan yang menikahi Ji-Wan hanya karena ingin me-merger perusahaannya dengan perusahaan Ji-Wan.
Secara pribadi, setelah membaca buku ini, aku merasa seperti habis menonton FTV. Plotnya cenderung mudah ditebak dan aku merasa klimaks dari konfliknya kurang greget. Bahkan, konflik antara Ji-Wan dan keluarga, serta tunangannya terlalu umum. Penyelesaiannya pun terlalu biasa, sehingga tidak membuat perasaanku bergejolak senang maupun sebal ketika membacanya. Standar saja, datar.
Karakter
Banyak unsur dalam buku ini yang menurutku bisa digali lagi. Khususnya karakter-karakter dalam buku ini yang kurang nendang.
Dal-Hee. Ia adalah calon dewi bulan yang sebelumnya adalah manusia. Dalam tubuh Ji-Wan, selain karakternya yang lebih ceria dan cerdas dibandingkan Ji-Wan yang asli, membuat dirinya dengan mudah memperbaiki hubungan Ji-Wan dengan keluarganya yang tidak baik. Selain itu ia juga dengan mudah memikat hati orang-orang di sekelilingnya. Jadi, konflik hubungan Ji-Wan dengan orang-orang di sekelilingnya tuh terasa terlalu mudah dan kesannya jadi sepele. Secara pribadi aku merasa kurang greget.
Min-Hyuk. Tunangan yang hanya ingin menikahi Ji-Wan untuk perusahaannya itu dikatakan sebagai sosok yang dingin dan licik. Ya, dingin. Tapi menurutku tidak selicik dan sejahat apa yang dikatakan di awal cerita. Kupikir aku akan benar-benar membenci si Min-Hyuk ini. Tapi ternyata karakter itu memendam masa lalu yang menghasilkan dirinya yang sekarang.
Apakah aku kecewa karena Min-Hyuk bukan orang yang sepenuhnya jahat? Tidak.
Yang membuatku agak kecewa adalah proses perubahan sifat dan sikap Min-Hyuk yang cepat. Alur yang diceritakan cepat membuat karakternya memiliki perubahan yang terkesan cepat. Ya, kayak FTV dengan tema benci jadi cinta gitu.
Disamping kekecewaanku dengan beberapa karakter dalam buku ini. Ada karakter yang menurutku menghibur, namanya I-Gu, seorang malaikat kematian yang menjelma jadi manusia untuk menemani dan melindungi Dal-Hee dari Min-Hyuk. Sebenarnya aku juga mengharapkan dia banyak adegannya, tetapi penulis malah memunculkan karakter Seok-Hwan, seorang artis, teman lamanya Min-Hyuk yang tiba-tiba muncul dan jatuh cinta sama Ji-Wan. Ya, aku tahu Dal-Hee itu dewi bulan yang punya daya tarik sendiri. Tapi hal itu membuatku nggak merasakan emosi yang kuat antara para karakternya.
Overall Review
☆☆☆
3 bintang
Aku berpikir
mungkin kalau buku ini dijadikan duology,
mungkin perkembangan emosi para karakternya bisa lebih dapet. Karena serius,
aku merasa seperti habis nonton FTV. Plotnya cepat, tertebak, dan emosi antar karakternya
jadi kurang dapet.
Halo, hari ini aku akan mereview sebuah buku yang menceritakan ulang kisah Mahabharata yang dipadukan dengan dunia modern.
Judul:
Aru Shah and The Song of Death
Penulis: Roshani Chokshi
Halaman: 381
Penerbit: Disney Hyperion
Bahasa: Inggris
ISBN: 9781368013840
Penulis: Roshani Chokshi
Halaman: 381
Penerbit: Disney Hyperion
Bahasa: Inggris
ISBN: 9781368013840
Dalam
buku berseri ini, Roshani Chokshi si penulis bercerita mengenai seorang anak
perempuan berusia 12 tahun, Aru Shah, yang harus menghadapi kenyataan bahwa
dirinya adalah seorang Pandawa, salah satu reinkarnasi tokoh protagonis dalam
kisah Mahabharata. Cerita ini memadukan legenda mitologi Hindu dan dunia
modern.
Singkatnya, di buku pertama yang berjudul Aru Shah and The End of Time, Aru Shah yang masih berusia 12 tahun berbuat kesalahan dengan tidak sengaja melepas The Sleeper, iblis jahat yang bertugas membangkitkan Dewa Kehancuran dari barang antik di museum ibunya. Kemudian ia dihadapkan dengan kenyataan bahwa dia adalah seorang Pandawa, reinkarnasi sosok Arjuna, titisan tidak secara langsung Dewa Indra. Dan pada akhirnya ia harus berjuang mencegah The Sleeper untuk mengakhiri dunia bersama dengan saudari ‘sejiwa’ yang bahkan baru dikenalnya, Mini, reinkarnasi Yudhistira.
Di buku kedua, The Otherworld diserang oleh pasukan zombie. Panah dan busur milik Kamadewa si Dewa Cinta hilang dicuri. Dan parahnya, Aru Shah dituduh sebagai pencurinya. Dan jika Aru tidak bisa menemukan panah dan busur tersebut sebelum bulan purnama, ia akan dipecat sebagai Pandawa dan harus meninggalkan The Otherworld. Akhirnya Aru yang tak ingin berpisah dari kehidupan lainnya itu, lagi-lagi harus menjalankan misi bersama Mini. Tetapi di buku kedua ini, Aru dan Mini akan ditemani dua karakter baru, yakni Brynne, reinkarnasi Bhima titisan Dewa Angin, dan Aiden, tetangga Aru di seberang jalan yang menyimpan banyak rahasia.
Karena aku tidak pernah mereview buku pertama disini, jadi aku akan mengungkit reviewku untuk kedua buku ini.
Review
Mari kita mulai dari desain cover. Baik buku pertama dan buku kedua seri ini memiliki cover yang cantik dan menggunakan warna kalem yang menenangkan. Ditambah ilustrasi yang lucu-lucu, buku ini sudah bisa menarik mataku dalam sekali lihat.
***
Kedua
buku ini yang memiliki jumlah halaman 355 dan 381 memiliki jalan cerita yang
menarik. Penulis bisa membawa pembaca (aku) untuk masuk ke dalam petualangan
seolah aku sedang bertualang bersama Aru dan kawan-kawan.
Di buku pertama, Aru harus menjalankan misinya selama 9 hari. Tetapi karena jalannya waktu dunia nyata dan The Otherworld berbeda, membuatku sempat bosan dan terjebak dalam reading slump untuk beberapa minggu. Agak sedikit lama untuk mencapai klimaks. Tetapi ketika Aru dan Mini sudah memasuki The Kingdom of The Death, ceritanya jadi semakin menarik dan berjalan begitu cepat, membuatku tidak rela buku ini berakhir.
Sedangkan di buku kedua, aku masih agak sedikit dibikin bosan dengan perbedaan waktu antara dunia nyata dan The Otherworld. Pasalnya ketika Aru dan kawan-kawan memiliki deadline 10 hari untuk mengembalikan busur dan panah Kamadewa, tetapi karena ada perbedaan waktu, perjalanan Aru dan kawan-kawan jadi melambat dan membuatku merasa sangat lama mencapai klimaksnya. Tetapi penambahan karakter dan interaksi antara para Pandawa sangat lucu dan menghibur.
Bagaimana penulis mengakhiri cerita pada buku pertama dan melanjutkannya di buku kedua sangatlah menarik. Mungkin jika kalian membaca kedua buku ini dengan rentang waktu yang jauh, mungkin kalian akan sedikit kebingungan dan harus mengintip lagi chapter terakhir di buku sebelumnya. Tapi kalau kalian membaca kedua buku ini bergantian tanpa jeda, mungkin akan jauh lebih menarik.
***
Berbicara mengenai karakter. Karakter favoritku di buku pertama adalah Boo, seorang dewa minor seperti Hannuman, bernama “Subala” yang pernah melakukan kesalahan sehingga ia ditugaskan untuk melatih para Pandawa. Alih-alih memiliki bentuk seukuran manusia, karakter Boo digambarkan sebagai seekor burung merpati. Ia bukanlah karakter yang mengucapkan isi hatinya begitu saja. Sifat dan sikapnya membuatnya sangat menggemaskan.
Sayangnya, di buku kedua, Boo tidak ikut dalam menjalankan misi bersama Aru dan kawan-kawan. Ia harus dijauhkan dari Aru dan lainnya karena dicurigai telah berkomplot dengan pencuri busur panah Kamadewa. Sebagai fans Boo, aku sangat senang ketika ia bebas dan menampakkan diri di beberapa chapter terakhir.
Boo landed on Aru’s hair and immediately pecked her. “You look pale! You have to take vitamin D! Pandawas always take Vitamin D. And what is this scratch on your arm? Who scratched you? And what took you so long?”
Boo mendarat di rambut Aru dan langsung mematuknya. “Kau keliatan pucat! Kau harus minum vitamin D! Pandawa selalu minum vitamin D. Dan cakaran apaan ini di tanganmu? Siapa yang mencakarmu? Dan kenapa lama sekali?”
Itu adalah reaksi Boo ketika dirinya akhirnya bebas dan menemui para Pandawa. Membaca kalimat itu membuatku sangat senang, karena aku juga sangaaaat merindukan Boo. Kalimat itu juga menunjukkan betapa pedulinya Boo dengan Aru dan Pandawa lainnya. Walau ia juga galak, dan ribet, tapi aku sangat suka karakter yang peduli seperti Boo, huhu.
Bagaimana dengan karakter utama aka para Pandawa? Sejujurnya aku tidak memfavoritkan salah satu dari mereka secara khusus. Tetapi aku sangat suka interaksi antara Aru yang masih perlu banyak belajar, Mini yang sangat higienis, Brynne yang sangat kuat dan doyan makan dan hobi masak, beserta Aiden, satu satunya laki-laki dalam tim ini yang selalu membawa kamera kemana-mana. Haah... Aku tidak sabar menanti kehadiran pandawa lainnya di buku ketiga, Aru Shah and The Tree of Wishes.
***
Bahasa
Inggris bukanlah bahasa ibuku. Tetapi mungkin karena buku ini adalah buku middle grade fantasy jadi menurutku bahasa
Inggrisnya masih mudah dipahami. Buku pertama dan buku kedua meninggalkan kesan
yang tak jauh berbeda, aku sama-sama menyukai kedua karya ini.
Overall Review
☆☆☆☆
4
bintang.
Untuk kamu yang menyukai novel Percy Jackson dan karya Rick Riordan lainnya seperti aku, mungkin kalian akan menyukai buku ini. Terlebih, buku ini adalah buku pertama dari imprint Rick Riordan. Buku ini juga sepertinya akan cocok untuk kamu yang tertarik dengan cerita tentang mitologi Hindu.
Oh
ya, omong-omong, buku ketiga Aru Shah and
The Tree of Wishes sudah terbit tahun 2020 ini. Sedangkan buku terakhir
seri Pandawa Quartet ini akan terbit tahun depan, 2021.
Halo, pada postingan kali ini, aku akan memberikan kesanku aka secuil reviewku mengenai buku novel berjudul Kim Ji-Yeong, Lahir Tahun 1982 yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Aku membaca ini melalui e-book resmi yang di Google Play Books.
Kurang lebih membutuhkan 3 hari untukku menyelesaikan buku yang memiliki jumlah halaman yang tergolong sedikit ini, yakni 192 halaman. Cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan kecepatan membaca buku fantasiku. Selain karena halaman yang sedikit, konflik yang dibahas dalam buku ini sangat dekat, jadi lebih mudah mengimajinasikan apa yang terjadi.
Review
Pertama-tama, buku ini aku baca karena dorongan trend di kalangan para pecinta buku yang saat ini banyak yang baca Kim Ji-Yeong. Filmnya pun sudah heboh beberapa waktu lalu. Dan pada dasarnya, genre cerita ini bukanlah seleraku, jadi agak lama untuk memulainya saat itu.
Buku ini menceritakan tentang Kim Ji-Yeong, seorang wanita yang lahir di tahun 1982, dan hidup di lingkungan yang memiliki nilai patriarki yang kental. Aku menyukai bagaimana penulis menyematkan tahun 1982 sebagai judul, karena situasi yang diceritakan dalam buku ini terjadi dalam rentang waktu 1982-2016.
Kemalangan Kim Ji-Yeong tercipta dari lingkungan hidupnya yang mempraktikan sistem patriarki yang begitu kental. Ia harus berjuang melawan ketidakadilan.... sendiri. Sebenarnya dia tidak sendiri, tapi karakternya membuatnya seolah sendiri.
Harapanku sebelum membaca buku ini adalah aku harap bisa relate dan menyelami karakter Kim Ji-Yeong sehingga aku bisa menangis dengan perjuangannya melawan diskriminasi gender yang dialaminya. Tetapi setelah membacanya, harapanku pupus.
Plot
Cerita diawali dengan prolog yang menarik, membuatku bertanya-tanya apa yang terjadi pada Kim Ji-Yeong sehingga ia bisa seperti itu. Kemudian cerita dilanjutkan dengan flashback perjalanan hidup Kim Ji-Yeong dari lahir sampai menikah yang membuat beberapa pembaca mungkin akhirnya mampu memahami situasinya yang tertekan.
Namun, aku menyayangkan progress cerita yang terkesan datar. Aku merasa semakin ke belakang, ceritanya tidak memberikan klimaks dan hanya menunjukkan kemalangan hidup Kim Ji-Yeong sebagai korban dalam sistem patriarki.
Cerita juga disampaikan dengan narasi oleh sudut pandang orang ketiga. Baru kemudian di beberapa halaman terakhir, sudut pandang berubah menjadi sudut pandang orang pertama.
Hal tersebut membuatku kurang bisa merasa bahwa karakter Ji-Young ini adalah aku. Dan aku juga kesulitan menangkap apa yang sebenarnya ingin penulis sampaikan melalui buku ini.
Cerita dalam buku ini tidak memiliki akhir yang saklek. Open ending pun tidak. Buku ini meninggalkan tanda tanya, dan pembaca lah yang harus menjawabnya sendiri.
Karakter
Alih-alih digambarkan sebagai karakter yang aktif dalam melawan ketidakadilan yang dirasakannya, Kim Ji-Yeong lebih memilih diam dan pasif ketika orang-orang berlaku tidak adil padanya. Tetapi malah orang-orang di sekelilingnya yang terkesan lebih kuat dan aktif.
Sulit merasakan emosi Ji-Yeong ketika dirinya tak
banyak melawan, dan cenderung memendam. Ada beberapa hal yang membuatku mengangguk
setuju, tetapi lebih banyak keputusan Ji-Yeong yang membuatku frustasi. Bukan
frustasi sama lingkungannya, tetapi frustasi dengan bagaimana Ji-Yeong
menghadapi itu semua.
Realitanya, dunia memang sudah tidak waras. Yang sebenarnya ingin aku lihat bukan lah sosok yang menunjukkan bahwa wanita adalah korban. Tetapi bagaimana cara untuk stay sane in this insane world, cara untuk bertahan dan menjadi kuat walaupun kita tertindas.
Bisa dikatakan karakter Ji-Yeong bukanlah tipeku, sehingga aku agak sulit relate. Walau adakalanya Ji-Yeong mengingatkanku pada ibuku, nenekku, bahkan aku, tetapi karena perjuangannya sangat berbeda, jadi efek merasanya hanya sebentar saja.
Karakter ibu Ji-Yeong mungkin adalah karakter yang
‘agak’ aku suka. Begitupula dengan ibu-ibu yang membantu Ji-Yeong di halte bus.
Ibu Ji-Yeong digambarkan sebagai sosok yang kuat di tengah sistem patriarki
ini. Dan ibu-ibu di halte bus itu juga merupakan sosok yang positif menghadapi hidup.
“Ada lebih banyak lagi pria baik di dunia ini,” halaman 66.
Hubungan antara Kim Ji-Yeong dan suaminya juga hanya diceritakan ketika sedang dingin-dinginnya. Padahal aku penasaran alasan kenapa Ji-Young memilih untuk menikahi Dae-Hyeon. Hubungan mereka ketika lagi hangat-hangatnya, dan sebagainya. Sayangnya, cerita ini tidak membangun kisah hangat seperti itu. Isinya 98% duka sebagai seorang wanita yang tidak speak up. Padahal banyak hal yang bisa disyukuri.
Banyak yang sudah menonton filmnya dan banyak yang mengatakan bahwa mereka lebih menyukai ending dalam film. Aku belum menonton filmnya, tetapi respon teman-temanku yang mengatakan akhir di film lebih bagus, membuatku ingin menontonnya.
Overall Review
☆☆☆
3 bintang.
Sejujurnya tidak banyak hal yang aku sukai dalam buku ini. Plot yang terkesan datar ini tidak meninggalkan kesan mendalam, tetapi aku menghargai informasi-informasi yang disematkan dalam footnote yang secara tidak langsung menggambarkan seberapa besar diskriminasi gender terjadi di Korea Selatan.
Lalu, karakter yang aku harapkan bisa menjadi sosok yang kuat, ternyata terlalu
pemendam dan membuatnya jadi sulit di mengerti. Walau tidak sampai pada tahap meresap
banget, tetapi ada kalanya sosok Kim Ji-Yeong ini mengingatkanku pada ibuku si
bungsu dari 4 saudara dengan 3 saudara laki-laki, pada nenekku yang as long as i knew berumah tangga dengan
sosok yang sangat dominan dan keras, adik-adikku, dan juga diriku.
Jadi... 3 bintang.
![]() |
The Illuminae Files #1 & #2 Photo by Greenshe |
Halo teman-teman!
Hari ini aku lagi-lagi akan mereview novel terjemahan Penerbit Spring, salah satu anak perusahaan Penerbit Haru, dan terbit di Februari 2019. Judulnya Gemina. Buku ini melanjutkan cerita dari buku pertama yang pernah aku review disini. Buku ini memiliki halaman yang lebih tebal dari prequelnya, yakni 630 halaman.
Blurb
Setelah pasukan BeiTech menyerang Kerenza di buku Illuminae, kini giliran Stasiun Portal Heimdall yang menjadi target selanjutnya, pasalnya, kapal luar angkasa Hypatia yang mengangkut banyak saksi penyerangan BeiTech, hendak berlabuh di stasiun tersebut. Hanna, putri Kapten Stasiun Portal Heimdall, dan Nik, si kriminal, harus bekerja sama menyelamatkan rumah mereka, Heimdall, dan pesawat Hypatia yang sedang menuju Heimdall, dan juga.... semesta.
...Review...
Format penulisan buku Gemina ini masih sama uniknya dengan buku Illuminae yang tersusun dari kumpulan data-data, email, dan lain sebagainya yang dikumpulkan oleh geng Illuminae. Ada sedikit tambahan format baru di buku Gemina ini, seperti jurnal harian Hanna yang penuh dengan doodle-doodle buatannya. Tapi entah mengapa, aku merasa format file yang disuguhkan dalam buku ini tidak semenakjubkan Illuminae. Kupikir, mungkin karena buku Gemina memiliki lebih banyak deskripsi CCTV dibandingkan Illuminae, sehingga aku merasa seperti membaca novel biasa.
Lalu, dibandingkan dengan buku Illuminae, plot Gemina ini lebih ramai. Banyak konflik atau unsur yang membuatku berpikir akan sangat menarik nantinya, tetapi konflik tersebut nyatanya tidak dieksekusi semenarik ekspektasiku.
Secara pribadi, aku lebih menyukai tiga karakter utama dalam buku Illuminae, yakni Kady, Ezra, dan Aidan. Sedangkan dalam buku Gemina ini, kita dipertemukan dengan tiga karakter utama baru, yakni Hanna Donnelly si cewek cantik nan mempesona, Nik Malikov si kriminal, dan Ella Malikova saudari Nik Malikov. Diantara tiga orang itu, mungkin hanya karakter Ella Malikova yang aku suka.
Hanna Donnelly, putri semata wayang Kapten Stasiun Portal Heimdall. Beberapa orang menganggapnya sebagai sosok putri yang lemah dan manja yang membutuhkan perlindungan super ekstra. Dalam buku ini, menurutku Hanna sedang mencoba untuk membuktikan bahwa ia lebih kuat dari apa yang dipikirkan orang-orang. Dan hal tersebut membuatnya terkesan sangaaaaaaat sempurna. Flawless banget rasanya.
Nik Malikov, anggota dari kelompok kriminal House of Knives. Dia sangat dekat dengan Hanna karena hal-hal ilegal yang dijualnya (Hanna juga kadang membelinya). Dia pun menyukai Hanna, walaupun ia tahu Hanna sudah memiliki kekasih. Sebagai pemeran utama laki-laki, aku nggak merasa Nik memiliki suatu hal yang spesial sehingga bisa membuatku jatuh cinta. Tapi karena Nik memperlakukan Hanna dengan baik, aku sempat sedih pas [block paragraf untuk melihat spoiler] dia mati.
Ella Malikova, saudari Nik. Ella digambarkan sebagai karakter yang lemah karena sewaktu kecil terkena sebuah penyakit dan membuatnya tidak bisa beraktifitas layaknya anak biasa. Untuk melindungi Ella, ayahnya membuatkannya ruangan khusus yang dilengkapi dengan komputer-komputer super cangguh agar Ella bisa melihat kondisi di luar ruangannya. Lokasi Ella ini tidak tercetak dalam peta Stasiun, sehingga ketika para pembajak datang, mereka sulit menemukan Ella. Lalu, walaupun memiliki fisik yang lemah, Ella adalah karakter yang jenius teknologi gitu, hampir mirip sama Kady dari buku pertama. Kalau nggak ada Ella, Hanna dan Nik akan kesulitan melakukan aksi penyelematan. Pokoknya menurutku dia adalah karakter penting yang lebih menghibur dibandingkan pasangan utama kita, haha.
Secara pribadi, aku lebih menyukai tiga karakter utama dalam buku Illuminae, yakni Kady, Ezra, dan Aidan. Sedangkan dalam buku Gemina ini, kita dipertemukan dengan tiga karakter utama baru, yakni Hanna Donnelly si cewek cantik nan mempesona, Nik Malikov si kriminal, dan Ella Malikova saudari Nik Malikov. Diantara tiga orang itu, mungkin hanya karakter Ella Malikova yang aku suka.
Hanna Donnelly, putri semata wayang Kapten Stasiun Portal Heimdall. Beberapa orang menganggapnya sebagai sosok putri yang lemah dan manja yang membutuhkan perlindungan super ekstra. Dalam buku ini, menurutku Hanna sedang mencoba untuk membuktikan bahwa ia lebih kuat dari apa yang dipikirkan orang-orang. Dan hal tersebut membuatnya terkesan sangaaaaaaat sempurna. Flawless banget rasanya.
Nik Malikov, anggota dari kelompok kriminal House of Knives. Dia sangat dekat dengan Hanna karena hal-hal ilegal yang dijualnya (Hanna juga kadang membelinya). Dia pun menyukai Hanna, walaupun ia tahu Hanna sudah memiliki kekasih. Sebagai pemeran utama laki-laki, aku nggak merasa Nik memiliki suatu hal yang spesial sehingga bisa membuatku jatuh cinta. Tapi karena Nik memperlakukan Hanna dengan baik, aku sempat sedih pas [block paragraf untuk melihat spoiler] dia mati.
Ella Malikova, saudari Nik. Ella digambarkan sebagai karakter yang lemah karena sewaktu kecil terkena sebuah penyakit dan membuatnya tidak bisa beraktifitas layaknya anak biasa. Untuk melindungi Ella, ayahnya membuatkannya ruangan khusus yang dilengkapi dengan komputer-komputer super cangguh agar Ella bisa melihat kondisi di luar ruangannya. Lokasi Ella ini tidak tercetak dalam peta Stasiun, sehingga ketika para pembajak datang, mereka sulit menemukan Ella. Lalu, walaupun memiliki fisik yang lemah, Ella adalah karakter yang jenius teknologi gitu, hampir mirip sama Kady dari buku pertama. Kalau nggak ada Ella, Hanna dan Nik akan kesulitan melakukan aksi penyelematan. Pokoknya menurutku dia adalah karakter penting yang lebih menghibur dibandingkan pasangan utama kita, haha.
...extra spoiler
Things I Like
- Hanna Donnelly yang bertarung dengan baju model terbaru yang dibelinya sebelum pembajakan terjadi. Bajunya berwarna hitam dan seperti seragam Fantastic 4 Marvel. Ditambah deskripsi akan kelincahan Hanna Donnelly ini cukup menghibur, jadi aku suka bagian ini. Hanna jadi seperti Lara Croft di Tomb Raider.
- Ella Malikova. Karakternya memang selalu menghibur.
- Kady, Ezra, dan Aidan. Ketika mereka muncul dalam buku ini, aku sangat senanggg. Kalau kalian juga termasuk orang yang menanti-nanti kemunculan geng Illuminae 1, kalian harus bersabar, karena mereka muncul agak belakang-belakang.
Things I Disappointed At
- Romansa antara Nik dan Hanna. Buku ini banyak banget unsur romansanya, tapi menurutku ngga meninggalkan kesan yang menyenangkan. Malah aku cenderung men-skip setiap kali adegan romansa mereka muncul. Rasanya.... klise. Dan chemistry mereka kayak kurang puolll.
- Bayi-Alien-Mirip-Ular. Aku cukup kecewa dengan hal ini. Aku pikir alien tersebut bakal keren banget. Tapi ternyata malah yaa.. terkesan tidak begitu mengancam. Terlebih Nik memahami alien tersebut seperti peliharaannya, membuat alien itu tidak semenegangkan kehadiran Virus Zombie di buku Illuminae.
- Dunia Paralel. Konsep dunia paralel kerap dijadikan 'jalan pintas' untuk menyempurnakan jalan cerita entah dalam drama maupun buku. Konsep itu bisa membuat sesuatu yang tadinya hilang, datang kembali, seolah takdir bisa diubah-ubah sangat mudah dengan mempermainkan hukum dunia paralel. Entah bagaimana aku masih menganggap Dunia Paralel adalah konsep atau teori yang paling ngawang diantara konsep cerita fantasi lainnya. Ketika Nik mati, aku sedih. Tapi kemunculan teori ini tuh seolah membisiki telingaku, "Nik mati...... TAPI BOONG! Dia masih sehat walafiat di semesta B. Tuker aja yang mati sama yang hidup. Happy ending dehhhh," gitu.
Overall Review
☆☆☆☆
4 bintang.
Jika melihat Gemina dan Illuminae sebagai dua buku yang terpisah. Aku memang tidak begitu menyukai karakter dalam Gemina. Mungkin hanya Ella Malikova. Aku juga tidak merasa plotnya semenarik buku Illuminae. Terlebih unsur romance di dalamnya terkesan membosankan, boooo.
Tapi jika aku melihat Illuminae dan Gemina sebagai satu kesatuan, maka aku akan mengatakan buku ini cukup oke dan cukup menghibur. Terlebih masih ada buku ketiga yang belum selesai diterjemahkan oleh Penerbit Spring. Jadi, aku masih menunggu akhir dari seri Illuminae ini.
![]() |
Bone by Jung Mijin Photo by Greenshe |
Bone adalah buku misteri fotografi Korea Selatan yang diterjemahkan oleh Penerbit Haru. Buku ini adalah buku terjemahan Penerbit Haru yang pertama kali menggunakan fotografi nyata untuk covernya. Genre misteri fotografi ini tentu saja dilengkapi dengan foto-foto yang bisa membuat pembaca lebih merasakan suasana kelam dan misterius dalam cerita ini.
Buku ini menceritakan tentang Junwon, seorang pemuda yang memperoleh paket berisi surat ancaman yang memintanya untuk membawa sejumlah uang untuk menebus Hajin, kekasihnya yang... sudah dua tahun lalu menghilang tanpa kabar. Hanya dalam hitungan jam, ia harus segera menyelamatkan Hajin.
Review
Aku
membeli buku ini karena ingin mencoba membaca lebih banyak buku thriller dan
misteri setelah mendapatkan kesan yang sangat baik ketika membaca buku Holy
Mother karya Akiyoshi Rikako. Aku mengharapkan cerita ini memiliki twist yang membuatku ternganga dan
membuatku terkejut.
***
Alur
cerita ini berjalan maju dan mundur antara usaha Junwon untuk menyelamatkan
Hajin di tahun 2015, serta kilasan balik mengenai hubungannya dengan Hajin di
masa lalu. Bagaimana mereka bisa kenal, kenapa mereka bisa jatuh cinta, dan
lain sebagainya.
Unsur
misteri ada pada present time yang
dijalankan oleh Junwon. Kenapa tiba-tiba Hajin diculik setelah dua tahun
menghilang tanpa kabar? Siapa yang menculik Hajin? Apakah Junwon bisa
menyelamatkan Hajin?.
Sedangkan
unsur romansanya terletak pada kilas balik masa lalu hubungan Junwon dan Hajin.
Sejujurnya aku sangat bosan ketika membaca buku ini, sebagian besar karena
kilas balik masa lalu Junwon dan Hajin ini. Selain itu, aku juga seringkali
bosan karena dalam buku ini banyak detail yang menurutku tidak perlu.
***
Ditambah
karakter Junwon yang sejak awal menampakkan bahwa mentalnya terluka membuatku
berpikir bahwa ia sakit jiwa.
Hajin adalah kegelapanku. – Junwon, halaman 164.
Ketika
membaca kalimat itu, aku merasa karakter Junwon itu adalah sosok yang gelap
banget, seolah aura hitam yang pekat menyelimuti dirinya. Seolah benar-benar
tidak ada kebahagiaan dalam hidupnya, meskipun ia memiliki sahabat setia bernama
Jindo.
Mungkin
karena hal itu pula, penggunaan sudut pandang “aku” yang seharusnya bisa
membuatku merasakan hal yang sama dengan si karakter “aku” tidak berguna sama
sekali. Aku tidak bisa meresapi karakter Junwon ini. Terlalu gelap.
***
Beberapa
orang beranggapan bahwa buku ini memiliki genre thriller. Bukan maksudku untuk tidak menghargai pendapat orang
lain, tetapi hanya ingin bilang bahwa pendapatku mengenai hal ini agak sedikit
berbeda. I’m not thrilled by the story.
Sehingga aku nggak beranggapan bahwa buku ini bergenre thriller. Thriller
untukku adalah momen ketika aku bisa dibuat mual oleh kesadisan seorang
karakter.
***
Di samping
hal-hal tidak menyenangkan yang aku rasakan ketika membaca buku ini. Ada
beberapa hal yang aku suka. Di antaranya adalah foto-foto yang menggambarkan
beberapa adegan melalui sudut pandang Junwon. Secara pribadi, aku suka foto-fotonya,
filter yang digunakannya, angle yang difotonya, foto-foto itu mendukung jalan
cerita banget. Dan foto-foto itu membuatku bisa tahu kalau Junwon memang
karakter yang gelap.
Setelah
foto, aku suka dengan kalimat yang Hajin lontarkan di halaman 176.
Kau sendiri pun tidak abadi, tapi kau mengharapkan cinta, suatu perasaan yang tak berwujud, agar menjadi sesuatu yang abadi dan tak berubah? Apakah itu tidak memalukan?.
Bagi
Junwon, kalimat tersebut cukup menohok. Dan aku suka itu. Seolah pada bagian
ini tuh, sisi gelap Junwon ditampar oleh Hajin. Membuatku bergumam, “Karaktermu
gelap banget hey Junwon! Semangat dong!.”
Overall Review
Aku
memberikan dua bintang pada review awalku di Goodreads. Aku cukup tergugah
untuk memberi bintang tiga di review ini. Tapi, secara keseluruhan aku tidak
suka dengan buku ini. Selain karena tidak ada plot twist yang membuatku uwowwww,
aku juga tidak begitu suka dengan karakter Junwon yang terlalu gelap. Dan
detail-detail yang membosankan juga banyak. Jadi...
☆☆
2 bintang.
![]() |
Eleanor & Park by Rainbow Rowell Photo by Greenshe |
Eleanor & Park adalah buku kedua dari penulis Rainbow Rowell yang aku baca setelah buku Fangirl. Buku ini aku beli di Big Bad Wolf 2020 yang tak sempat aku kunjungi, sehingga hanya bisa memesan melalui jasa titip. Awalnya tidak tertarik untuk membeli, pasalnya aku lebih prefer untuk membeli buku cerita fantasi dibandingkan romansa. Tetapi karena buku ini cukup diminati oleh para pembaca, jadi aku sedikit tergugah untuk membelinya. Dan nyatanya, setelah membacanya, aku jatuh cinta.
Sinopsis
Buku ini
menceritakan tentang kisah cinta sepasang remaja berusia 17 tahun. Eleanor,
cewek berambut merah terang yang memiliki keluarga yang broken-home, dan Park, cowok American-Korean yang selalu berusaha
untuk menjadi invisible di antara
teman-temannya.
REVIEW
Plot
Cerita
dimulai ketika Eleanor pindah ke sekolah yang baru. Di dalam bus sekolah,
Eleanor bertemu dengan Park dan duduk di sebelahnya. Pertemuan awal mereka
tidak begitu baik, keduanya menyibukan diri masing-masing. Beberapa waktu berlalu,
ketika Park membaca sebuah komik, ia tahu bahwa diam-diam Eleanor ikut membaca
dari sampingnya, sejak saat itu, keduanya mulai mencoba berkomunikasi.
Plot dan
alurnya disusun secara baik. Banyak adegan menggemaskan ala remaja antara
Eleanor dan Park. Secara pribadi, aku lebih suka ‘masa pendekatan’ mereka. Tetapi
bukan berarti aku tidak menyukai ketika mereka sudah jadian, hanya saja, lebih
terkesan lucu dan menggemaskan. Memang benar, buku ini membuatku teringat
tentang bagaimana rasanya jatuh cinta ketika remaja.
Aku suka
bagaimana Rainbow Rowell mengakhiri cerita. Normalnya, kisah cinta anak remaja takkan
memiliki akhir yang mutlak, apapun yang mereka alami, semuanya adalah
permulaan. Tetapi penulis yang memberikan open
ending mengenai Eleanor dan Park sudah membuatku sangat puas.
Karakter
Aku suka
hampir semua karakter yang muncul dalam buku ini. Selain karakter Eleanor &
Park yang remajaaa banget, aku sangat suka dengan karakter anggota keluarga
Park.
Keluarga
Park yang diceritakan memiliki darah Korea memiliki karakter yang cukup Asia,
khususnya bawelnya Min-Dae (Mindy), ibunya Park. Keluarga Park dalam
memperlakukan Eleanor sangat baik, lucu dan menghangatkan hati. Bapaknya Park
juga sangat baik dengan Eleanor. Dan konflik-konflik kecil dalam keluarga Park
dan bagaimana mereka menyelesaikan itu semua terkesan realistik dan natural.
Pokoknya, keluarga Park menunjukkan bahwa nggak semua laki-laki itu jahat.
Sedangkan
Eleanor yang memiliki keluarga broken-home
harus tinggal bersama ibu, saudara-saudaranya, dan juga Richie, ayah
tirinya. Richie cenderung digambarkan sebagai karakter ayah tiri yang jahat,
walau ada saat-saat dimana ia terkesan baik pada anak-anak tirinya. Tetapi hal
terakhir yang dilakukannya pada Eleanor cukup membuktikan bahwa dia memang tidak
baik.
My Favorite Lines
“Eleanor was right. She never looked nice. She looked like art, and art wasn’t supposed to look nice; it was supposed to make you feel something” – page 168.
'Eleanor benar. Dia tidak pernah terlihat cantik. Dia terlihat seperti karya seni, dan karya seni tidak seharusnya terlihat cantik; karya seni seharusnya membuatmu merasakan sesuatu.'
My Not-So-Important Questions
Sebenarnya
ini tidak penting, hanya saja sebagai seseorang yang menyukai Korea sudah lama, ada
beberapa pertanyaan yang melesat di kepalaku dan membuatku agak ingin tahu, haha.
Apakah 'Park' adalah nama asli, atau hanya semacam nama marga aka surnames?
Kalau 'Park' adalah nama marga, maka siapa nama asli Park?
Kalau 'Park' adalah nama aslinya, maka apa marga ibunya Park?
Overall Review
☆☆☆☆☆
5/5
stars
This book is sooooo cute. Dan aku bersyukur membeli cover yang ini. Warna biru itu sangat menenangkan, haha. Aku sangat menyukai keseluruhan cerita, benar-benar bisa mengingatkanku dengan rasanya jatuh cinta. Walau pas awal membaca, aku mengalami sedikit kebosanan karena plot yang agak lambat. Tapi tetap 5 bintang untuk buku ini. Endingnya juga the best banget gemasnya. Memuaskan sekali.
Kalau kamu pernah baca buku Fangirl-nya Rainbow Rowell dan belum pernah baca buku ini, kamu mungkin akan suka buku ini. Kisah cinta remaja yang nggak menye dan terkesan natural!
Kalau kamu pernah baca buku Fangirl-nya Rainbow Rowell dan belum pernah baca buku ini, kamu mungkin akan suka buku ini. Kisah cinta remaja yang nggak menye dan terkesan natural!
![]() |
Call From An Angle by Guillame Musso Photo by Greenshe |
Halo, hari
ini aku akan mereview buku yang berjudul Call
From An Angel karya Guillame Musso. Buku ini adalah novel yang
diterjemahkan oleh Penerbit Spring. Aku membeli buku ini 3 tahun lalu karena
buku ini memiliki premis yang sangat menarik tentang bagaimana takdir
mempertemukan dua orang yang tadinya tidak saling mengenal hanya karena handphone yang tertukar.
Sinopsis
Buku ini
menceritakan tentang Madeline dan Jonathan yang tidak sengaja bertemu di sebuah
bandara dan handphone-nya tertukar. Seperti
yang kalian tahu, telepon genggam sekarang ini sudah kayak e-diary, banyak data pribadi yang tersimpan dalam satu benda. Nah,
di ponsel masing-masing, mereka menemukan sebuah rahasia yang bisa mengancam
nyawa mereka.
Review
Plot
Cerita
berawal ketika ponsel Madeline, seorang florist
di Paris, dan Jonathan, seorang chef di
San Fransisco tertukar ketika keduanya sedang berada di suatu bandara
internasional, aku lupa tepatnya bandara apa, New York, mungkin. Dan setelah
menyadari ponsel mereka tertukar, mereka yang tadinya hendak mengirim ponsel
masing-masing melalui pos, timbul lah rasa tak percaya yang membuat mereka ragu
dan membuat mereka akhirnya menjelajahi isi ponsel masing-masing.
Kekepoan
mereka akhirnya membuka kembali kasus yang hampir terlupakan. Sebuah kasus
penculikan yang melibatkan keduanya. Bagaimana mereka terlibat? Semuanya ada
dalam buku, haha.
Awalnya
kupikir buku ini sejenis buku misteri yang ringan. Pasalnya, blurb di belakang buku membuatku yakin
bahwa buku ini bertemakan misteri, sedangkan cover buku yang berwarna putih membuatku yakin bahwa buku ini juga
mencakup romance.
Alur
berjalan lambat, tetapi semakin ke belakang semakin intense dan gelap. Walaupun harus ku akui, buku ini tidak
mengandung plot twist yang twisty, beberapa kali aku merasa bahwa
penulis ingin memberikan plot twist dengan
‘kebetulan-kebetulan’ yang disematkan penulis dalam ceritanya.
Secara
pribadi aku nggak suka perpaduan romance,
crime atau misteri dengan mafia.
Rasanya berat, memusingkan, terkesan dark
dan trope-nya kurang luas. Dan
terlebih di buku ini banyak ‘kebetulan-kebetulan’
dan ‘kematian palsu’ yang membuatku,
seorang pembaca, kehilangan simpati dengan karakter-karakter disana. Apa kalian
terbayang ketika kalian sudah sedih karena karakter tertentu harus mati, eh
ternyata dia masih hidup? Dibandingkan merasa senang, aku lebih merasa tertipu.
'Kita selalu punya pilihan. Kita sendiri adalah sekumpulan pilihan,' - Joseph O'Connor, halaman 154.Dan juga...
'Kesedihan terbesar adalah yang kita sebabkan sendiri.' - Sophocles, halaman 177.Ada quotes lainnya yang tidak akan aku tuliskan disini, karena terlalu banyak, haha.
Karakter
Dalam buku ini, ada banyak nama yang muncul, tetapi tidak semuanya penting, sudut pandang benar-benar difokuskan pada Madeline dan Jonathan. Jadi, aku akan mengungkapkan kesanku terhadap dua karakter utama ini.
Kalau dibilang tidak suka, aku cenderung netral. Pasalnya kedua karakter ini tidak bisa membuatku jatuh cinta, tetapi aku juga tidak bisa membenci mereka. Chemistry di antara keduanya sangat kurang, sehingga unsur romance nya terkesan tidak penting dan bahkan almost like a fling, hanya cinta sesaat atau lewat, terlebih ada laki-laki lain di sekitar Madeline, dan Jonathan bukan sosok karakter yang membuatku bisa jatuh cinta dan merasakan kehebatannya dibandingkan karakter lain.
Overall Review
☆☆☆
3/5 stars
Aku suka premisnya. Sayangnya, perkembangan cerita dan karakternya menurutku masih kurang padat, masih memiliki rongga yang sebenarnya bisa dipadatkan. Plotnya agak lambat dan banyak detail yang tidak penting. Tapi tetap menghibur, kok. Jadi, 3 bintang.
Kalau kamu suka cerita bertemakan crime, misteri, dan mafia, mungkin kamu akan suka buku ini.
![]() |
Holy Mother by Akiyoshi Rikako Photo by Greenshe |
Halo, kali ini aku akan memberikan review ala aku, tentang buku berjudul Holy Mother karya Akiyoshi Rikako. Buku novel Jepang dengan genre thriller-murder-mystery ini disadur ke dalam Bahasa Indonesia oleh Penerbit Haru.
Di
tengah pandemi COVID-19, aku memutuskan untuk membaca beberapa buku to-be-read yang genre-nya tak biasa aku
baca. Salah satunya adalah ini. Aku pernah membaca buku misteri Agatha Christie
yang And Then There Were None, dan
cerita tersebut meninggalkan kesan yang sangat baik dengan plot twist yang berhasil membuatku terkejut. Oleh karena itu, saat
itu aku memilih buku Holy Mother untuk mencoba mengejutkanku dengan plot
twist-nya. And it works!
Sinopsis
Buku
ini menceritakan seorang ibu, Honami namanya, yang khawatir kepada putri satu-satunya
ketika sebuah kasus pembunuhan terjadi di kota kecil tempatnya tinggal.
Pembunuhan itu terjadi beberapa kali, seperti serial-killer, dan korbannya adalah anak laki-laki.
REVIEW
Plot
Bisa
dikatakan, buku Holy Mother adalah buku Akiyoshi Rikako yang aku baca dengan
serius. Padahal, sebenarnya aku juga membeli buku Akiyoshi Rikako, Girls in The Dark. Tetapi karena
film-nya sudah keluar, aku memutuskan untuk menonton filmnya terlebih dulu, dan
nyatanya aku tak menyukai film tersebut. Ketebak,
pikirku. Jadi aku hanya membaca beberapa halaman, dan meminjamkannya ke sepupuku.
Untuk
Holy Mother ini, aku sangat menyukai penataan alur cerita dan plot-twist yang
disuguhkan oleh Akiyoshi Rikako. Cerita ini memiliki 3 sudut pandang, yakni
sudut pandang Honami, seorang ibu
yang khawatir mengenai putri satu-satunya setelah kasus pembunuhan itu terjadi,
sehingga ia memata-matai seorang laki-laki, Tateshina Hideki, yang menurutnya ‘mencurigakan’. Lalu ada sudut pandang Sakaguchi & Tanizaki, detektif yang
berusaha menyelidiki kasus pembunuhan tersebut. Dan yang terakhir, ada sudut
pandang Tanaka Makoto, seorang murid
SMA yang bekerja paruh waktu di minimarket, dan sebagai guru anggar, mungkin, aku lupa apa nama ilmu
bela diri itu.
Menjadikan
Girls in The Dark sebagai patokan,
membuatku meremehkan buku ini dan menebak-nebak pasti ceritanya akan begini dan
begitu. Sejak chapter 3, aku sudah bisa menebak siapa pembunuh anak laki-laki
tersebut. [spoiler: Ya, Tanaka Makoto].
Namun, aku masih membuka peluang akan adanya plot-twist di chapter-chapter selanjutnya. Dan memang benar!
Sampai
halaman 164, kasus yang kupikir adalah one-layered
crime, ternyata adalah two-layered
crime. Jadi, semacam ada kejahatan di balik kejahatan, padahal pembunuh 1
bekerja sendiri.
Lalu, siapa si penjahat 2? Apa motif yang dimilikinya sehingga ia bisa ‘membunuh’ lagi mayat-mayat tersebut?
Pertanyaan
itulah yang membuat buku ini semakin seru. Setiap karakter, bahkan karakter
kecil selain para detektif, mampu membuatku curiga, bisa saja ia adalah si
penjahat 2. Dan aku juga mulai pusing memikirkan plot seperti apa yang sebenarnya ingin disuguhkan oleh si penulis.
Sampai
halaman 238, ada perasaan tak suka dalam batinku ketika rasa curiga Honami
terhadap Tateshina Hideki jadi terkesan berlebihan, seolah ia sedang menghakiminya tanpa bukti. Aku sempat berpikir, kalau ia khawatir dengan anaknya bukankah
seharusnya dia berada di posisi bertahan dan menjaga anaknya dari dekat? Terlebih,
sampai halaman 249, aksi Honami malah mengabu-abukan penyelidikan Tanizaki
& Sakaguchi. [spoiler: Yaa memang benar sih
tujuannya untuk mengabu-abukan kasus].
TAPI TERNYATA! TERNYATA! Aku
terkejut dan merasa jadi badut ketika seluruh cerita sudah terungkap. Aku suka
bagaimana Akiyoshi Rikako menyembunyikan gender
karakternya. [spoiler: selama ini aku pikir
Tanaka Makoto adalah cowok!].
Karakter
Karakter
ibu dalam cerita ini benar-benar menunjukkan bahwa seorang ibu bisa menjadi angel dan demon sekaligus, hanya untuk melindungi putrinya. Masa lalu Honami
ketika ia mengandung, membuat karakternya semakin terbentuk, bahwa ia adalah
ibu yang akan melakukan apa saja untuk putrinya.
Walaupun
masih ada beberapa karakter lain yang sebenarnya bisa ku ceritakan, tetapi
karakter ibu adalah karakter yang tidak terlupakan.
Overall Review
☆☆☆☆☆
5 stars.
One star for the overall plot, one star for the horror-ness of how the killer killed the child, three stars for the plot-twist and being impressive by giving me a huge surprise in the end. It got me speechless.
Kalau kalian suka buku bergenre thriller, mystery, dan senang dengan sesuatu yang unpredictable dan mengejutkan, kalian mungkin akan suka buku ini, terlebih plot-twist dalam buku ini.
![]() |
Asrama by Muhammad Fatrim Photo by Greenshe |
Halo,
Greenshe disini, kembali mereview buku yang bulan Maret lalu aku baca. Judulnya
Asrama, ditulis oleh Muhammad Fatrim. Buku ini adalah novel Malaysia yang
diterjemahkan oleh Penerbit Haru.
Sewaktu buku ini diterbitkan di
Indonesia, aku ingin membelinya karena ingin tahu sensasi membaca buku genre horror. Tetapi karena prioritas fantasy-ku lebih tinggi, jadi belum
terpenuhi lah keinginanku itu. Aku baru memperoleh buku ini di tahun 2019, tepatnya
karena ada promo ‘Buy 1 Get 3’ yang
berlaku untuk pembelian buku KKN di Desa
Penari. Bonus bukunya sebenarnya acak, namun alangkah senangnya ketika
paket di buka, buku Asrama ini juga ada di dalamnya.
Sinopsis
Buku ini menceritakan tentang Dahlia
yang tiba-tiba ingin pindah sekolah dari
desa, padahal sekolahnya saat itu katanya
adalah sekolah bagus. Setelah pindah, ternyata di asrama putri sekolah
barunya, Dahlia dihadapkan dengan geng-geng yang senang memperbudak siswi-siswi
di asrama. Karena ingin balas dendam, Dahlia memainkan Ouija bersama teman satu kamarnya. Tetapi, tentu saja
permainan itu tidak akan berakhir semudah itu. Satu demi satu kejadian aneh
terjadi, dan membuat Dahlia menyadari rahasia kelam yang tersimpan di asrama
tersebut.
REVIEW(SPOILER ALERT)
Plot
Aku sering nonton film horor,
tetapi membaca buku dengan genre horor mungkin bisa dihitung jari dengan satu
tangan. Karena itu, ketika membaca buku ini, aku tidak bisa menahan untuk tidak
menerka-nerka plot seperti apa yang akan disuguhkan oleh penulis dan misteri
apa yang tersimpan di asrama tersebut. Dan yang terlintas di kepalaku adalah
bahwa jangan-jangan asrama tersebut adalah asrama hantu. Pasalnya, semua
penghuni asrama tersebut terkesan mencurigakan.
Ada beberapa bagian dalam plot
yang membuatku tidak puas dan merasa adegan tersebut sebenarnya bisa di
tiadakan.
Ada dua sumber perhantuan disini, Pohon Ara & Asrama. [spoiler: Atau bisa dikatakan ada dua angkatan hantu dalam satu asrama. Angkatan pertama adalah hantu penasaran yang terkubur di bawah Pohon Ara yang akhirnya dapat ditebang, saat itu Dahlia masih hidup. Dan hantu penasaran angkatan kedua adalah Dahlia dan beberapa temannya yang mati setelah terjadi kebakaran di Asrama Baru].
Ada dua sumber perhantuan disini, Pohon Ara & Asrama. [spoiler: Atau bisa dikatakan ada dua angkatan hantu dalam satu asrama. Angkatan pertama adalah hantu penasaran yang terkubur di bawah Pohon Ara yang akhirnya dapat ditebang, saat itu Dahlia masih hidup. Dan hantu penasaran angkatan kedua adalah Dahlia dan beberapa temannya yang mati setelah terjadi kebakaran di Asrama Baru].
Aku sempat kebingungan saat membaca ceritanya karena dua unsur cerita tersebut seolah menyatu dan saling bertumpuk.
Ya, bertumpuk. Karena ada suatu adegan yang terjadi di bagian Pohon Ara, dimana
Dahlia yang sedang tidur di asrama bermimpi bahwa asrama mereka terbakar dan
Dahlia merasa kepanasan, seolah ini adalah clue yang diberikan penulis bahwa kejadian ini terjadi setelah bagian Asrama. [spoiler: Apakah saat itu Dahlia memperoleh insight mengenai kematiannya, atau ia sudah menjadi hantu penasaran yang mati saat
kebakaran tersebut?]
Oh, dan juga ada Mak Cik Ani, seperti bibi yang membantu
keluarga Dahlia. Setiap kali Dahlia pulang ke rumah dari asrama, ibunya selalu bilang bahwa Mak Cik Ani sedang pulang kampung, tetapi ternyata Mak Cik Ani memang pergi pulang kampung, karena tidak
ada lagi yang menghuni rumah tersebut, [spoiler: karena semua sudah tiada].
Kalau
berbicara mengenai plot twist, aku cukup
suka bagaimana penulis memberikan twist di
akhir. Walaupun tidak begitu waw
karena ada beberapa plot-hole, tetapi
twist tersebut bisa membuat pembaca berpikir berulang-ulang kali. Dan mungkin
beberapa ada yang merasa terbodohi.
Secara keseluruhan, plotnya agak lambat pas
di awal, banyak adegan yang tak penting, tetapi ketika menuju chapter akhir, semuanya terasa cepat dan cukup menghibur, walaupun membuatku agak kesulitan mencerna apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh si
penulis.
Karakter
Biasanya, setiap kali membaca
buku, pemeran utama yang kutemui akan memiliki sisi protagonis yang dominan.
Walau Dahlia bukan sosok yang jahat, tetapi menurutku Dahlia ini bukan sosok
karakter utama yang.. utama.
“Sudah wajah nggak pernah tersenyum, berbuat syirik pula!,” pikir Dahlia.
Kalimat tersebut dipikirkan oleh Dahlia untuk seorang satpam asrama/sekolah yang mencurigakan karena jarang tersenyum dan sering menaruh sesajen di bawah Pohon Ara di dekat asrama.
Ketika kalimat itu terucap
olehnya, all i can think about was.. WHAT
THE!?. Pasalnya Dahlia juga memainkan permainan spirit of the coin yang menyerupai Ouija untuk meminta bantuan
dalam mengatasi geng bully di asrama, dan apa kalian tahu artinya? Dia juga
berbuat syirik. Dan sejujurnya aku kurang nyaman dengan karakter seperti ini, terlebih Dahlia seharusnya adalah pemeran utama yang mampu menarik simpati pembaca.
Selama membaca, aku merasa tidak ada ketertarikan pada karakter-karakter dalam buku ini. Seolah tidak ada yang spesial. Mungkin karena terlalu banyak karakter, dari yang penting sampai yang tidak penting sekalipun ada, jadi perkembangan setiap karakternya agak lack.
OVERALL REVIEW
☆☆☆☆
4/5 bintang.
Well, walau menurutku buku ini masih memiliki kekurangan yang bisa diperbaiki penulis di karya-karyanya selanjutnya, tetapi karena buku ini adalah buku horror pertamaku, jadi cukup meninggalkan kesan yang bagus. Terlebih twist di akhirnya membuatku harus berpikir dan membaca beberapa halaman terakhir berulang kali, dan aku menyukai sensasinya.
Oh, dan omong-omong, buku ini ada sequel-nya, tapi sepertiya Penerbit Haru belum berencana untuk menerjemahkannya. Dan sepertinya respon pembaca di Goodreads juga kurang bagus. Kalau kalian ingin lihat review-review buku sebelum membeli atau membacanya, kalian bisa browse Goodreads di internet, atau melalui aplikasinya di Play Store.
"Seharusnya kalian menjaganya,"
BAM BAM BAM
✩✩✩✩
My rating: 4 of 5 stars
I should say buku ini packed with more action dan memeras perasaan juga tentunya. Setelah kalimat bolded di atas terucap, aku sudah tahu akan terjadi hal yang menyebalkan. But! Mari kita lihat hal-hal yang lebih menyenangkan.
❤♡❤♡
Lovely Heist adalah buku kedua Kak Prisca yang aku baca, yang juga merupakan sequel dari buku Lovel Theft yang sudah aku review disini.
Buku ini menceritakan tentang kelanjutan kisah cinta Frea dan Liquor yang sebenarnya ingin menikah. Liquor juga hendak pensiun dari pekerjaannya sebagai pencuri, tetapi karena suatu hal yang membahayakan nyawa tunangannya, Liquor, Night, dan Frea dengan terpaksa harus kembali menjalankan aksi mencuri, sebuah cincin milik selebriti bernama Mina, bahkan mereka harus pergi sampai ke London.
❤♡❤♡
Dibandingkan buku sebelumnya, cerita di dalam buku ini lebih memuat aksi dan adegan-adegan yang menurutku lebih menegangkan. Tetapi hal-hal lucu juga banyak terjadi. Walaupun aku tidak merasakan sensasi twist seperti pada buku pertama... kalau kalian sudah baca Love Theft... you know the night when Night jumped in front of Frea who jumped in front of Liquor and..
Aku mulai membaca buku ini akhir Juli lalu, tetapi sejak Agustus pertengahan, aku membiarkannya berada di currently reads sampai akhirnya aku melanjutkannya pada akhir November. Beberapa bagian awal pace nya terasa lambat, dan bisa dikatakan belum ada hal yang seru banget. It's still the beginning step into the big mess they'd go into.
Tapi kemudian, kalimat ini membuatku sangat terbahak,
Lain kali sebelum masuk ke mana aja, bilang keras-keras, 'GUE COWOK!'. Kalau perlu pasang badge 'GUE COWOK' besar-besar di kemeja lo, Night. Lo ini udah cantik, putih, mulus kayak model iklan body butter. - Tarantula, 146
Untuk yang belum membaca, mungkin kalimat tersebut tidak terkesan lucu, kalian harus membaca buku ini agar bisa tahu kenapa Tarantula berkata seperti itu, haha. Selain itu masih banyak hal-hal menyenangkan. Hanya saja kalimat itu yang meningkatkan mood membacaku. Terlebih mulai ada konflik-konflik kecil seperti pertengkaran Liquor dan Night yang cukup membuatku panik. Hingga perjalanan mereka selama di London.
❤♡❤♡
Perkembangan tiga karakter utama, Frea, Liquor, dan Night, terasa natural dan sangat menyenangkan. Dalam buku ini, Liquor dan Night sering mengalami cekcok tak penting yang malah terkesan lucu dan sebenarnya menunjukkan seberapa pedulinya mereka terhadap satu sama lain.
Karakter Liquor masih sama seperti di buku pertama, sok keren, haha. Oke, dia memang keren dengan segala skill mencurinya, visualisasinya, dan karakter sedingin es-nya yang di buku ini akan semakin menghangat karena unek-unek dan kesalahpahaman yang selama ini disimpannya mengenai ibu dan ayahnya mulai teratasi.
Karakter Night...
Is he a living microwave or something? I think he can melt my heart like ice cream!
Ia juga masih sweet seperti sebelumnya. Liquor adalah tipe yang tak banyak berekspresi dan dingin pada kebanyakan orang, sedangkan Night sebaliknya, ia tipe yang ramah pada banyak orang. Terserah kalian nanti naksir yang mana, haha. Tapi aku merasa karakter Night disini semakin menonjol. He had most of that crucial moments. That chasing-Devon's-car moment, the Starry Night part jeezz Betelgeuse, dan bahkan setiap momen Night dengan istrinya, Akiko-san, pun menurutku manis. Oleh karena itu, Night adalah karakter favoritku di seri ini -if we talk about character, but if we talk about visualization, it will be Liquor, no doubt.
Selain Night, salah satu karakter favoritku di buku pertama adalah Tarantula, pasalnya karakter bergaya selengeknya membuatnya terkesan seru dan menyenangkan. Namun rupanya, di buku kedua ini, Tarantula dihadapkan oleh situasi yang mengharuskannya memilih hal penting yang bisa mengikat kehidupannya. Kalau tidak ada Night, mungkin aku akan benar-benar ilfil dengan kelakuan Tarantula, haha. But i thank Night and his newly arrived Samurai.
❤♡❤♡
Unsur aksi dalam buku ini sangat berlimpah dibandingkan buku pertama. Walau twistnya kurang greget, tapi masih ada adegan yang menurutku sangat menegangkan dan seru. I was like...
No..... (membaca halaman 285). Please no... (membalik halaman, berharap hal buruk yang dipikiran takkan terjadi) OMG! No wayyyyyyyyyy!
Dan setelah membaca halaman penuh horor itu, aku sudah merasakan akan ada hal buruk lain yang menanti mereka sepulang dari London. Aku juga cukup kasihan dengan Frea, Liquor, Night, dan Akiko yang harus berhadapan dengan orang-orang yang sakit jiwa. IYA. SA-KIT JI-WA. Harker, Gift, Devon, bahkan Mina yang ku anggap paling waras pun, ternyata ketularan gila.
Well, enough for today. Cukup sekian review dan kesanku setelah membaca buku ini. Untuk ocehan ku yang lebih detail selama membaca buku ini, bisa dilihat di reading progress ku di Goodreads.
See you next time!
About Me
Welcome to my little corner! I’m Lia, someone who finds joy in stories, whether through novels, dramas, movies, or my own writings. With a Green Tea Latte in hand, I explore different narratives and share my thoughts here.
Expect reviews, reflections, and a mix of personal musings. Most of my posts are in Bahasa Indonesia, but occasionally you’ll find entries in English or even a bit of Korean!
Stay tuned, and let's dive into stories together!
Old Reviews
-
►
2023
(3)
- ► September 2023 (2)
- ► Agustus 2023 (1)
-
►
2022
(8)
- ► November 2022 (1)
- ► September 2022 (4)
- ► April 2022 (1)
-
►
2021
(23)
- ► November 2021 (7)
- ► Oktober 2021 (1)
- ► April 2021 (1)
- ► Maret 2021 (9)
-
►
2020
(23)
- ► November 2020 (4)
- ► September 2020 (1)
- ► Agustus 2020 (3)
- ► April 2020 (1)
- ► Maret 2020 (5)
-
►
2019
(43)
- ► Desember 2019 (3)
- ► November 2019 (4)
- ► Oktober 2019 (5)
- ► September 2019 (5)
- ► Agustus 2019 (6)
- ► April 2019 (1)
- ► Maret 2019 (6)
- ► Februari 2019 (3)
- ► Januari 2019 (3)
-
►
2018
(8)
- ► November 2018 (2)
- ► Agustus 2018 (2)